SEMARANG, KOMPAS.com - Pada beberapa tahun terakhir pembangunan Kota Semarang mengalami peningkatan pesat. Adapun konsep pembangunan Bergerak Bersama yang dijalankan oleh Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, melibatkan semua pihak, termasuk pihak swasta yang dinilai sukses membawa perubahan.
Namun, di sisi lain wali kota yang akrab disapa Hendi itu menaruh perhatian pada postur realisasi pajak Kota Semarang yang digunakan untuk pembangunan. Hendi menilai, pembangunan masih bisa dimaksimalkan ketika realisasi pajak Kota Semarang tak didominasi oleh pajak nonproduktif.
Sejak dirinya memimpin Kota Semarang pada 2011 lalu, Hendi menuturkan, tiga mata pajak terbesar Kota Semarang selalu didominasi oleh PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan), BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), serta PPJU (Pajak Penerangan Jalan Umum).
"Ini menjadi representasi masih banyaknya sektor belum tergarap di Kota Semarang. Kalau bisa didorong pengembangan sektornya, ini akan semakin meningkatkan pembangunan," jelas politisi PDI Perjuangan tersebut.
Menurut Hendi, pariwisata juga menjadi salah satu sektor yang strategis dikembangkan guna meningkatkan pembangunan. Untuk itulah, pada beberapa tahun terakhir Hendi fokus untuk menggarap sektor pariwisata, yakni dengan merevitalisasi sejumlah obyek dan kawasan wisata yang belum optimal di Kota Semarang.
Beberapa upaya revitalisasi itu diantaranya revitalisasi Kota Lama, Hutan Wisata Tinjomoyo, inisiasi ratusan kampung tematik, hingga revitalisasi Banjir Kanal Barat melalui pembangunan Semarang Bridge Fountain dan sejumlah pembangunan lainnya.
Alhasil, realisasi pajak sektor pariwisata saat ini juga naik drastis, bahkan merangsek masuk menjadi tiga mata pajak terbesar di Kota Semarang. Tercatat pada 2011, hanya ada dana sebesar Rp 75,9 miliar yang dihasilkan dari pajak hotel, restoran, dan tempat hiburan.
Pada 2018 angka itu meningkat drastis, bahkan lebih dari tiga kali lipat, yakni menjadi Rp 258,8 miliar. Melalui capaian tersebut, pajak dari sektor pariwisata di Kota Semarang telah menggeser dominasi pajak penerangan jalan umum yang pada 2018 terkumpul sebanyak Rp 222,5 miliar.
Dengan demikian, postur realisasi pajak Kota Semarang pada 2018 berubah menjadi lebih produktif. Pajak sektor produktif dari aktifitas kepariwisataan telah menjadi salah satu dana pembangunan terbesar kota ini.
"Ini adalah tren positif bagi Kota Semarang. PAD Kota Semarang yang sebelumnya sudah tembus Rp 1 triliun pada 2013, sekarang dalam waktu 5 tahun di 2018 ini sudah bisa mencapai Rp 2 triliun, tepatnya Rp 2,1 triliun," papar Hendi.
Melihat sejumlah capaian positif yang dicatatkan di Kota Semarang itu, Kamis (14/3/2019), Hendi memberikan penghargaan kepada 26 wajib pajak dari sektor kepariwisataan. Bertempat di Hotel Grand Arkenso, Kota Semarang, penerima penghargaan wajib pajak berpresetasi tersebut antara lain Hotel Gumaya Kota Semarang, Hotel Santika Premiere, Hotel Ibis, Adi's Culinary, XXI DP Mall, Kampung Laut, dan Pantai Marina.
"Pembangunan yang dilakukan Kota Semarang hari ini salah satunya adalah hasil dari partisipasi pelaku usaha di sektor pariwisata, dan akan kami kembalikan untuk mendukung pelaku usaha tersebut melalui pembangunan sektor wisata," kata Hendi.
"Karena itulah, komitmen kami adalah tumbuh bersama seluruh elemen masyarakat di Kota Semarang, yakni dengan melakukan pembangunan yang tepat sasaran," tambahnya.