SEMARANG, KOMPAS.com - Kota Semarang termasuk salah satu kota di Indonesia yang terdampak krisis ekonomi global pada periode 2008-2009.
Hal ini terlihat dari Indeks Gini Ratio (ketimpangan masyarakat) Kota Semarang pada 2009 yang sebesar 0,37. Bandingan dengan Solo yang hanya sebesar 0,27, Salatiga 0,29 dan Kendal 0,22.
Dengan Indeks Gini Ratio seperti itu, maka ketimpangan masyarakat di Kota Semarang menjadi yang terbesar di antara daerah-daerah lain di Jawa Tengah.
Namun, pada era kepemimpinan Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi ketimpangan masyarakat saat terjadi perlambatan ekonomi global pada 2015 dapat dikendalikan bahkan menurun.
Dalam catatan BPS, pada 2015 indeks ketimpangan masyarakat Kota Semarang turun di angka 0,31. Lebih baik dari Solo yang hanya sebesar 0,36, Salatiga 0,35 dan Kendal 0,34. Capaian Kota Lumpia pada tahun itu pun menjadi salah satu yang terkecil di Jawa Tengah.
"Saya rasa capaian positif ini bukan hanya hasil kerja Pemerintah Kota Semarang saja, tetapi juga ada campur tangan Pemerintah Pusat, Provinsi, pihak swasta, akademisi, dan masyarakat seluruhnya," tegas Wali Kota yang akrab di sapa Hendi, pada sebuah Talk Show yang diselenggarakan oleh Kadin Kota Semarang, Kamis (13/9/2018).
Lalu bagaimana dengan perlambatan ekonomi global yang kembali terjadi pada 2018?
Untuk menghadapi itu, Wali Kota Semarang yang juga politisi PDI Perjuangan tersebut sudah mengupayakan sejumlah program fasilitas untuk mengatasi ketimpangan di masyarakat.
Program tersebut antara lain adalah berobat gratis, sekolah gratis, renovasi rumah gratis, hingga gas gratis untuk rumah tangga yang dihasilkan dari pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir Jatibarang.
"Dan termasuk hari ini, konsep pembangunan bergerak bersama harus terus kita pertahankan untuk dapat terus saling mendukung," tegasnya.
Dalam acara tersebut selain Hendi, hadir pula Ketua Kadin Jawa Tengah, Kukrit Suryo Wicaksono, Pengamat Eknomi Aviliani, Presiden Direktur PT PP Persero Lukman Hidayat dan Ketua Kadin Kota Semarang Arnaz Andrarasmara.