KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menjajaki peluang kerja sama dengan ART TREES, sebuah perusahaan yang memiliki lisensi dan metodologi penghitungan karbon kredit terkemuka di dunia.
Architecture for REDD+ Transactions (ART) adalah organisasi yang menyediakan standar dan kerangka kerja untuk Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) di tingkat yurisdiksi.
Sementara itu, The Environmental Excellence Standard for REDD+ (TREES) merupakan standar yang dikembangkan oleh ART untuk mengukur, memantau, melaporkan, dan memverifikasi hasil pengurangan dan penyerapan emisi dari kegiatan REDD+.
Inisiasi kerja sama tersebut bermula dari pertemuan antara Pemprov Riau dan ART TREES pada hari kedua rangkaian kegiatan London Climate Action Week 2025.
Baca juga: Riau for Green Melesat ke London, Pengamat Apresiasi Langkah Gubernur Abdul Wahid
Pertemuan itu dipimpin oleh Staf Ahli Menteri Bidang Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan Haruni Krisnawati, selaku perwakilan dari Indonesia.
Pembahasan utama dalam pertemuan tersebut adalah metodologi yang akan digunakan untuk menghitung kredit karbon di wilayah Riau.
Selain metode penghitungan, pertemuan tersebut juga membahas program, persyaratan, dan peluang kerja sama antara pemerintah Indonesia, Pemprov Riau, dan ART TREES ke depan.
Dalam sesi tersebut, Managing Director ART TREES, Cristina Magerkurth mengapresiasi langkah Pemprov Riau dalam penerapan skema kredit karbon di wilayahnya.
Baca juga: Gubernur Riau Unjuk Kepemimpinan Hijau di London, Dilirik Investor Pasar Karbon Dunia
“Dua jam pertemuan dengan pemerintah Indonesia, khususnya Pemprov Riau, merupakan pertemuan yang berharga. Kami berharap Pemprov Riau bisa membuat keputusan terbaik untuk bergerak maju dalam menghadapi perubahan iklim," ungkapnya melalui siaran pers, Rabu (25/6/2025).
Cristina juga menyebut bahwa pendampingan dari United Nations Environment Programme (UNEP) merupakan langkah baik sekaligus fondasi penting dalam menentukan metode penghitungan karbon yang tepat.
Ia menyampaikan harapan besar untuk dapat menjalin kerja sama dengan Pemprov Riau ke depan.
Baca juga: Sempat Jadi Tanah yang Terbakar, Kini Riau Jadi Agen Diplomasi Hijau
Terkait tingkat emisi karbon di wilayah Riau, data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Riau 2024 mencatatkan baseline karbon sebesar 174 juta ton karbon dioksida (CO²).
Informasi tersebut disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Riau, Purnama Irawansyah.
Ia menjelaskan bahwa sesuai target nasional, Pemprov Riau berkewajiban menurunkan emisi sebesar 39 persen secara mandiri dan hingga 43 persen dengan dukungan internasional.
"Jika Riau berhasil menurunkan emisi sebesar 43 persen dengan bantuan internasional, maka keuntungan yang akan diterima sebanding dengan angka itu” jelas Purnama.
Baca juga: Dirjen TKPR Kaji Ulang Rencana Pinjaman ADB untuk Sejuta Rumah Rendah Emisi
Di tengah keterbatasan anggaran daerah, Gubernur Riau Abdul Wahid membuat terobosan dengan membuka jaringan investasi karbon melalui pasar wajib karbon internasional.
Pasar wajib (compliance market) adalah pasar yang diatur pemerintah dan berlaku bagi entitas yang diwajibkan menurunkan emisi sesuai regulasi dan perjanjian internasional, seperti yang diatur dalam Pasal 6 Paris Agreement.
Untuk mengakses pasar wajib ini, pemerintah daerah perlu berkolaborasi dengan pemerintah pusat guna memperkenalkan yurisdiksi yang potensial.
Langkah tersebut diambil Abdul Wahid sebagai solusi inovatif menghadapi keterbatasan fiskal.
Pendapatan dari penjualan kredit karbon dapat digunakan untuk mendukung berbagai program lingkungan, termasuk pembangunan sektor kehutanan, pertanian, lahan, transportasi, dan lingkungan hidup.
Baca juga: Eropa Dapat Peringatan, Diminta Pertahankan Target Iklim, Hindari Kredit Karbon Murah