KOMPAS.com – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau M Edy Afrizal mengatakan, kabut asap yang menyelimuti wilayah Riau dalam beberapa hari ini berasal dari kebakaran hutan dan lahan ( karhutla) di provinsi tetangga, yaitu Sumatera Selatan (Sumsel) dan Jambi.
"(Kabut) asap ini berasal dari provinsi tetangga (kami), sedangkan angin tengah mengarah ke Riau. Akibatnya, asap akibat karhutla di Sumsel dan Jambi ke tertiup ke Riau," kata Edy dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (1/10/2023).
Edy menjelaskan, untuk di Provinsi Riau sendiri, karhutla masih terkendali. Jumlah titik panas (hotspot) di wilayah ini juga tidak banyak. Berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), per Minggu, hanya terdapat tujuh titik api yang tersebar di Kabupaten Rokan Hilir dan Kampar.
"Meski terdapat beberapa titik api, seperti di Teluk Meranti, Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), dan Batang Cenaku, karhutla di Riau bisa dibilang terkendali dan dapat dipantau dari satelit. Semua titik tersebut pun tinggal pendinginan," jelas Edy.
Lebih lanjut, Edy mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepala pelaksana (kalaksana) BPBD Jambi dan Sumsel. Kedua daerah ini sudah berusaha untuk memadamkan karhutla di masing-masing wilayah.
Baca juga: Aktivitas Penerbangan di Bandara Pekanbaru Terhambat akibat Kabut Asap Karhutla
Namun, usaha tersebut belum memberikan hasil maksimal. Sebab, curah hujan di Jambi dan Sumsel rendah.
Untuk diketahui, kabut asap tebal yang menyelimuti Kota Pekanbaru dan wilayah lain di Riau mengakibatkan penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru terganggu, bahkan terlambat.
"Semalam sudah telepon kalaksa. Karhutla sudah lama terjadi dan tim Manggala Agni dari Jambi juga sudah digeser ke Sumsel. Namun, sampai saat ini masih terjadi kebakaran. Cuaca memang kering dan tidak hujan dalam dua bulan ini," ungkapnya.
Forecaster BMKG Pekanbaru Moh Ibnu A menuturkan, jumlah hotspot di wilayah Sumatera menurun dari 1.492 titik pada Sabtu (30/9/2023) menjadi 1.031 titik per Minggu.
“Meski demikian, angka tersebut masih tergolong tinggi. Oleh karena itu, diperlukan tindakan antisipasi (titik panas menjadi titik api) dan penanggulangan karhutla," ujar Ibnu.
Adapun hotspot terbanyak berada di Sumsel mencapai 824 titik, Jambi 81 titik, dan Lampung 72 titik. Masin. Kemudian, Bangka Belitung 35 hotspot, Bengkulu 8 hotspot, Riau 7 hotspot, dan Sumatera Barat (Sumbar) 4 hotspot.