KOMPAS.com - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah ( Menkop dan UKM) Teten Masduki menyanjung hasil olahan cokelat dari Rumah Produksi Bersama (RPB) Komoditas Kakao Jembrana.
“Rasa cokelatnya enak, kualitasnya premium. Tidak heran kakao Jembrana menjadi komoditas ekspor ke pasar Eropa," ujarnya saat meresmikan Gedung RPB Komoditas Kakao Jembrana di Banjar Peh, Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jumat (22/12/2023).
Oleh karena itu, Teten berharap, produk olahan cokelat Jembrana berkembang dan didukung dengan pemasaran yang bagus serta. Ia ingin sektor ini fokus pada olahan produk dan bukan hanya biji fermentasi.
Mantan Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menyebutkan, hal tersebut guna mendukung hilirisasi komoditas kakao Jembrana.
Baca juga: Lindungi Hutan dan Seni Jegog, Pemkab Jembrana Tanam 5.000 Bibit Bambu Petung di Mantu Cager
Teten mengungkapkan, kementerian yang dipimpinnya membangun 12 RPB factory sharing di berbagai daerah seluruh Indonesia, salah satunya di Jembrana.
Dia mengatakan, Kabupaten Jembrana mendapat alokasi pembangunan RPB Komoditas Kakao karana memiliki produk unggulan yang bernilai di pasar diekspor. Menurutnya, kualitas pengembangan kakao Jembrana sangat bagus.
“Ke depan akan dibangun setiap tahun di seluruh Indonesia sesuai dengan potensi daerahnya,” jelasnya dalam siaran pers.
Dia mengatakan, Jembrana terkenal dengan kakao unggulan dan berpotensi diperluas. Nantinya, produk kakao Jembrana diolah produk jadi yang memiliki nilai tambah ekonomi yang dinikmati petani dan masyarakat Jembrana.
RPB Komoditas Kakao yang diresmikan nantinya dikelola secara bisnis yang menguntungkan secara ekonomi.
Baca juga: Komitmen Lindungi Perempuan dan Anak, Pemkab Jembrana Raih APE 2023 Kategori Madya
Dengan dikelola koperasi, selanjutnya koperasi menunjuk manajer profesional yang mengelola.
“Dengan begitu, produk cokelat bisa bersaing dengan industri dan cokelat yang datang dari luar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Teten mengungkapkan, tujuan pembangunan RPB adalah untuk meningkatkan kualitas produk usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Pasalya, kualitas produk UMKM selama ini tidak bisa memenuhi standar industri. Penyebabnya adalah UMKM tidak memiliki produksi modern dan hampir tidak mungkin memiliki.
Oleh sebab itu, pemerintah membangunkan pabrik berkualitas industri. Hal ini tergantung dari komoditas unggulan dan alat yang diberikan sederhana, tetapi berkualitas industri agar ada peningkatan kualitas produk.
Baca juga: Rangkaian Acara Hari Ibu di Kabupaten Jembrana, dari Fashion Show hingga Lomba Busana Kebaya
“Selain itu, pembangunan RPB bertujuan mendukung industrialisasi. Tidak hanya usaha besar, tetapi juga melibatkan UMKM, seperti produksi kakao Jembrana yang disebut sebagai juara dunia,” ujarnya.
Teten mengatakan, jika kakao Jembrana sudah diekspor, ke depan tidak boleh lagi ekspor bahan mentah.
“Kalau masih seperti itu, kita tidak berubah sejak jaman kolonial. Zaman kolonial dulu saat VOC, ekspor kita biji kopi, biji kakao, dan rempah,”ungkapnya.
Oleh karena itu, kata dia, bahan mentah harus diolah setengah jadi atau sudah jadi, seperti kakao tidak boleh diekspor dalam bentuk biji.
Menurutnya, olahan dari bahan kakao untuk pasar dalam negeri cukup besar. Apalagi, Bali merupakan destinasi wisata dunia sehingga menjadi pintu masuk promosi produk lokal ke mancanegara.
Baca juga: Driver Ojol Mengaku Dukun dan Cabuli Anak di Bawah Umur di Jembrana
“Ketika sudah menjadi produk cokelat yang sudah mendapat pasar, maka harus disiapkan juga dengan suplai kakao yang berkelanjutan,” terangnya.
Teten mengatakan, ketika permintaan besar, maka produsen harus mampu mencukupi kebutuhan permintaan pasar.
Oleh karena itu, Teten setuju dan mendukung Bupati Jembrana, I Nengah Tamba yang mencanangkan 5.000 hektar (ha) kebun kakao Jembrana.
Dia menegaskan, pihaknya akan mendukung badan hukum koperasinya dan menyiapkan model bisnisnya.
“Bibit dan permodalan juga akan melibatkan kementerian terkait dan perbankan,” jelasnya.
Dengan begitu, Jembrana akan menjadi projek pilot dari hulu dan hilir komoditas kakao di Indonesia.
Baca juga: Demi Hilirisasi Komoditas Kakao, Pemkab Jembrana Bangun Pabrik Cokelat
Dari total 5.000 ha kebun kakao yang dicanangkan yang melibatkan petani menjadi corporate farming berbasis petani kecil lewat koperasi.
“Saya setuju Jembrana menjadi modeling corporate farming kakao,” tegasnya.
Dengan dibangun RPB ini menjadi program hilirisasi kakao di Jembrana menjadi barang jadi yang siap dipasarkan.
“Potensi market di Indonesia besar. Jadi jangan khawatir produk tidak terserap,” tegas Teten.
Usai meresmikan RPB, Teten sempat meninjau fasilitas produksi cokelat milik RPB. Secara simbolis, dia juga melakukan penanaman pohon cokelat di area RPB.
Bahkan, bersama Bupati Jembrana dan jajarannya, Teten mencicipi cokelat hasil dari produksi RPB Komoditas Kakao.
Pada kesempatan itu, Bupati Jembrana I Nengah Tamba mengatakan, kakao memiliki potensi dan prospek besar di Jembrana.
Maka dari itu, RPB yang didukung Kementerian Koperasi (Kemenkop) UKM dibangun setelah mapping potensi dan kendala.
“Ini salah satu wujud hilirisasi kakao Jembrana. Biar petani yang di hulu semangat, serta buyer semangat,” ujarnya.
Tamba mengatakan, meskipun RPB tersebut dibangun pemerintah, pengelolanya harus profesional dan berkelanjutan.
Bahkan sudah melirik pihak profesional yang akan mengelola RPB lebih profesional sehingga berkelanjutan dan semakin baik.
Mengenai produksi, Tamba menegaskan RPB berkomitmen menghasilkan cokelat yang bagus.
“Sebab, kualitas kakao Jembrana sudah berkualitas, juara dunia dari sisi aroma sehingga nantinya bisa memenuhi keliatan cokelat yang bagus,” katanya.
Tamba mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan produksi untuk memenuhi pembeli yang sudah menunggu produk cokelat RPB.
Dia menyebutkan, branding cokelat dari RPB diberi nama Coklat Bahagian Jembrana (Cobana) dan Cokelat Pak Ngah.
Baca juga: Bupati Tamba Ajak Masyarakat Dukung Percepatan Penurunan Stunting di Jembrana
Tamba berharap, cokelat produk RPB Komoditas Kakao Jembrana diterima pasar.
Dia menambahkan, harga cokelat hasil RPB masih belum ditentukan. Harga harus menghitung dari biaya produksi dan komponen lain.
“Meskipun kami dapat gedung gratis, mesin gratis, tetapi harus dihitung dengan beban produksi. Tentunya harga agar bisa bersaing di pasar,” tegasnya.