KOMPAS.com - Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rumah Sakit Hewan (RSH) Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat (Jabar) Yoni Darmawan mengatakan, pihaknya terus menyosialisasikan pentingnya cek kesehatan bagi para pengirim hewan ternak dari kabupaten/kota di luar Jabar.
Cek poin tersebut, kata dia, bertujuan untuk memantau riwayat kesehatan hewan kurban, sekaligus mengantisipasi penyakit mulut dan kelamin (PMK) dan cacar sapi di Jabar.
Menurut Yoni, ada tiga posko cek poin hewan ternak yang kerap tidak dilalui para pengirim ternak dengan alasan ekonomi. Tiga posko ini berlokasi di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, kemudian Losari, Kabupaten Indramayu, dan Banjar.
"Banyak yang enggan melalui cek poin, sekarang ada tol jadi langsung ke daerah tujuan. Di Karawang itu ada sapi dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali, Jatim tapi mereka tidak masuk ke cek poin, langsung saja ke luar pintu tol," katanya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (26/6/2023).
Baca juga: Jokowi Kurban Sapi Limosin Seberat 1,2 Ton untuk Warga Sumbar
Pernyataan tersebut disampaikan Yoni saat menghadiri acara diskusi di Hotel Citarum, Bandung, Senin (26/6/2023).
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar terus aktif memantau perkembangan kasus penyakit PMK serta cacar sapi pada hewan ternak menjelang Hari Raya Idul Adha 2023.
Oleh karena itu, Yoni mengatakan, pihaknya tidak hanya fokus pada PMK dan cacar sapi, tetapi juga memantau kasus peste des petits ruminants (PPR) pada kambing.
Ia mengungkapkan bahwa kasus PPR baru dilaporkan terjadi di Sumatera, sedangkan Jabar memiliki nol kasus.
“Menurut saya, saat ini yang tengah menunjukan dinamika adalah kasus cacar sapi. Dari laporan yang didapat, ada tiga klasifikasi kasus tersebut,” ujar Yoni.
Baca juga: Jelang Idul Adha, DKPP Jabar Temukan 6.000 Kasus Cacar Sapi
Pertama, lanjut dia, daerah dengan kasus di bawah 50, yakni Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Bandung Barat, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, Kota Sukabumi dan Kota Cimahi.
Kedua, daerah dengan jumlah kasus 50 sampai 100 suspek cacar air, yakni Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Ciamis.
Ketiga, klasifikasi daerah dengan jumlah kasus cacar air di atas 100 ada di Kabupaten Bandung, Sumedang, Cianjur, Indramayu, Subang, Kabupaten Cirebon, Kuningan, Garut, Purwakarta, Majalengka dan Pangandaran.
"Di Kabupaten Bandung ada 1500 kasus," imbuh Yoni.
Baca juga: Kronologi 27 Santri Keracunan Massal di Bandung, Makan Nasi Ayam Suwir Diduga Mengandung Bakteri
Ia mengungkapkan bahwa data tersebut masih terus dikonfirmasi ke kabupaten dan kota.
Pengecekan ulang itu, kata Yoni, dilakukan karena belajar dari kasus PMK lalu bahwasannya daerah bisa lebih cepat saat melaporkan ada kasus, sementara laporan justru lambat jika hewan ternak sudah sembuh.
"Peternak tidak lapor lagi, petugas tidak ke kandang. Jadi angka yang dilaporkan harus dikonfirmasi ulang, bisa sedikit bisa lebih banyak," tuturnya.
Yoni menjelaskan, hasil pemantauan pihaknya ke sentra ternak di Kabupaten Bandung tidak menemukan peternak dengan jumlah 50 kasus PMK ke atas.
Namun, sebut dia, terdapat satu hewan yang terkena cacar air dan itu baru beberapa hari masuk ke kandang.
Baca juga: Kandang di Sragen Terbakar, Seekor Sapi Hangus Terpanggang
"Kasus ini (menurutnya) terkait lalu lintas hewan yang asalnya dari Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim). (Pemantauan) ini menjadi strategi kami mengendalikan penyakit sekaligus mengatur lalu lintas ternak, (meski) tidak mudah seperti mengatur orang," tutur Yoni.
Meski lalu lintas ternak menjelang Idul Adha meninggi, lanjut dia, ia memastikan tidak ada hewan kurban yang terpapar penyakit.
Keyakinan tersebut didapat dari hasil pemeriksaan tim monitoring kesehatan hewan di Bandung Raya dan kabupaten atau kota lainnya.
"Hasil pemeriksaan di Bandung Raya dan daerah lain belum ada hewan kurban yang dilaporkan terpapar dengan penyakit PMK, cacar air, atau PPR," ujar Yoni.
Baca juga: Hewan Kurban di Surabaya Dipastikan Bebas dari PMK dan LSD
Sementara itu, Ketua Tim Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar Yudi Koharudin mengatakan, pihaknya tetap mewaspadai adanya penyebaran penyakit lain yang menjadi ancaman, salah satunya antraks atau penyakit sapi gila.
"Kalau PMK memang tidak menular kepada manusia, tapi ada beberapa penyakit yang memang kita koordinasi terus menerus dengan Dinas Peternakan ini kaitan antraks misalnya," katanya.
Yudi menyebutkan, penyakit antraks pernah terjadi di daerah Purwakarta, Subang, dan Bogor. Namun, penyakit ini sekarang sudah tidak ada lagi di Jabar.
Baca juga: Sering Beraktivitas di Eromoko-Wonogiri, Petani Asal Gunungkidul Positif Antraks
Lanjut ia mengatakan, penyakit antraks bisa menular dari hewan ke manusia dikarenakan pengolahan daging yang tidak sesuai dengan standar.
"Dan juga memang kalau untuk antrak ini kita betul-betul koordinasinya sangat intens bahkan kita pada saat supervisi aja sampai dikawal, karena antraks ini bisa jadi senjata biologis," ucap Yudi.
Oleh karenanya, ia menyarankan dalam pengolahan daging kurban harus dilakukan dengan petunjuk teknis yang benar.
"Kita punya standar World Health Organization (WHO), bagaimana cara mengolah daging untuk dikonsumsi tentunya dengan petunjuk-petunjuk teknis yang disampaikan. Kita juga sudah sampaikan ke kabupaten dan kota supaya bisa diinformasikan kepada masyarakat kaitan dengan kita akan menyongsong pelaksanaan kurban," tutur Yudi.