KOMPAS.com - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat (Jabar) terus gencar untuk menurunkan prevalensi stunting.
Saat ini, prevalensi stunting di Jawa Barat mencapai 24,5 persen berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021. Ini artinya, dua dari 10 anak Jabar berisiko stunting.
Untuk diketahui, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Stunting biasanya ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Jabar dr. Nina Susana Dewi mengatakan, stunting merupakan permasalahan multidimensional yang memerlukan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Komitmen penanganan stunting di Jabar termaktub dalam Keputusan Gubernur Nomor 441.05/KEP.829-BAPP/2021 tentang Tim Percepatan Penurunan Stunting Daerah Provinsi Jawa Barat.
Baca juga: Wapres Ajak Baznas Atasi Kemiskinan Ekstrem dan Stunting
Menurut Nina, situasi pandemi Covid-19 telah meningkatkan angka kemiskinan, sehingga berpotensi menurunkan aksesibilitas terhadap pangan berkualitas dan layanan kesehatan yang berpengaruh kepada penanganan stunting.
“Dibutuhkan upaya bersama yang sungguh-sungguh untuk melaksanakan program dan mencapai target tersebut,” kata Nina.
Menurut dia, penurunan stunting tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat karena diperlukan kontinuitas dan sustainability dari intervensi yang dilakukan.
“Oleh karena itu, harus dipastikan program-program dapat dilaksanakan secara terus menerus,” ucapnya.
Dinkes Jabar, kata Nina, terus berupaya menurunkan stunting melalui berbagai program pencegahan stunting pada periode 1000 hari pertama kehidupan (HPK) anak dan periode sebelum hamil.
Baca juga: Cegah Stunting, Calon Pengantin Penting Perhatikan Usia, Gaya Hidup, dan Kebutuhan Asam Folat
Salah satu caranya dengan mengampanyekan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja putri satu tablet setiap minggu sepanjang tahun. Hal ini dilakukan untuk mencegah anemia pada remaja putri yang kelak akan menjadi calon ibu.
“Calon pengantin pun perlu diedukasi melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Kespro Catin, usia 20 hingga 35 tahun merupakan waktu yang ideal bagi pasangan usia subur (PUS) yang ingin menikah atau pun hamil, “ katanya.
Selain itu, kata Nina, Dinkes Jabar juga intens menyosialisasikan pemeriksaan kehamilan minimal enam kali selama kehamilan dengan catatan dua kali diantaranya diperiksa oleh dokter pada trimester pertama dan ketiga.
Lalu Dinkes Jabar juga menyosialisasikan untuk para ibu mendapatkan pelayanan standar, seperti timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi puncak rahim, skrinning vaksinasi tetanus, konsumsi tablet tambah darah minimal 90 tablet selam kehamilan, pemeriksaan lab, tatalaksana kasus, dan konseling.
Baca juga: Stunting, Gangguan Perkembangan yang Mengancam Masa Depan Anak
Kemudian, pada periode masa nifas, ibu diharuskan mendapatkan pelayanan kesehatan masa nifas sebanyak empat kali sampai 42 hari pascapersalinan, diantaranya ibu mendapatkan vitamin A 200.000 SI.
"Bayi pun harus mendapatkan inisiasi menyusuai dini (IMD) segera setelah lahir dan dilakukan minimal selama satu jam, air susu ibu (ASI) ekslusif selama enam bulan dan diteruskan sampai dengan usia dua tahun," kata Nina.
"Setelah enam bulan, diberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) sesuai usia dan kebutuhannya, mendapatkan Imunisasi lengkap, serta memantau pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia 0-59 bulan," paparnya.
Adapun pada usia 6-11 bulan, kata Nina, anak mendaparkan vitamin A biru 100.000 SI dan usia 12-59 bulan mendapatkan vitamin A merah 200.000 SI yang diberikan pada Februari dan Agustus di posyandu atau fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya.
“Tak hanya itu, anak pun harus mendapatkan dan stimulasi tumbuh kembang yang tepat sesuai usia, yang dapat juga dilakukan secara mandiri oleh ibu balita menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Selain itu, penting juga untuk menjaga sanitasi lingkungan dan air minum yang bersih dan layak," jelasnya.
Nina juga meminta dina kesehatan di setiap kabupaten dan kota di Jabar untuk memperkuat implementasi kebijakan, mendorong daerah menyusun rencana aksi, serta memperkuat sistem surveilens gizi dan KIA berbasis masyarakat.