KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat ( Jabar) Ridwan Kamil mengatakan, pihaknya berkomitmen memperbaiki kualitas lingkungan hidup di wilayah Jabar.
Selain perbaikan lingkungan, kata dia, pihaknya sekaligus ingin melahirkan inovasi untuk mempercepat proses peningkatan kualitas tersebut.
Adapun komitmen tersebut ditunjukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar lewat penjagaan fungsi ekologis di Kawasan Bandung Utara (KBU).
“Meski ada kebijakan baru dari pusat, yaitu kewenangan pemanfaatan ruang diserahkan ke kabupaten atau kota, kami dari Pemprov mendorong kabupaten atau kota untuk tetap mempertimbangkan peraturan daerah (perda) KBU,” kata pria yang akrab disapa Kang Emil dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (18/11/2021).
Baca juga: Agar Perizinan Lancar, Forum Penataan Ruang Perlu Segera Dibentuk
Melalui Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD), lanjut dia, pihaknya melakukan pengendalian terhadap ruang di KBU dari mulai perencanaan, pemanfaatan, hingga pengawasan.
Untuk diketahui, indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) di Provinsi Jabar dalam dua tahun terus menunjukan grafik perbaikan.
Pada 2019, IKLH Jabar mencapai 51,64 yang berarti menunjukkan kondisi lingkungan kurang baik.
Namun, setelah dilakukan sejumlah inovasi yang digencarkan Kang Emil beserta jajarannya, IKLH Jabar menunjukan perbaikan ke angka 61,59 pada 2020.
Baca juga: Soal Desa Digital, Kang Emil: Slogan Tinggal di Desa, Rezeki Kota, Bisnis Mendunia
“Pada 2020 naik 10 poin ke angka 61,59 menjadi cukup baik. Kami berharap di 2021 bisa naik menjadi kualitas lingkungan hidup yang lebih baik dan seterusnya. Sebab ini menjadi komitmen kami dalam perbaikan dan inovasi lingkungan,” katanya lewat pernyataan resmi, Selasa (16/11/2021).
Menurut Kang Emil, Pemprov Jabar dalam setahun terakhir menunjukan capaian dan upaya yang signifikan untuk membenahi sejumlah aspek perbaikan lingkungan.
Perbaikan tersebut dibuktikan mulai dari penurunan tingkat pencemaran di Sungai Citarum. Dari semula status tercemar berat menjadi cemar ringan pada 2021.
“Salah satu yang kami banggakan. Setelah sebelumnya Citarum dikenal dunia sebagai 'The Dirtiest River in the World' atau Sungai Terkotor di Dunia, kini statusnya menjadi cemar ringan,” imbuh Kang Emil.
Baca juga: Strategi Ridwan Kamil Pulihkan DAS Citarum, Dipuji Panelis KTT COP26
Pencapaian tersebut, lanjut dia, berkat strategi pentahelix ABCGM, yaitu akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah dan media yang dilakukan pihaknya.
Program Citarum Harum sendiri juga melibatkan Tentara Nasional Indonesia-Kepolisian Negara Republik Indonesia (TNI-Polri) hingga penanganan di daerah aliran sungai (DAS) yang melintasi 13 kabupaten atau kota tersebut.
Dengan keterlibatan banyak pihak, maka progres yang dilakukan Pemprov Jabar menjadi lebih efektif dalam mengatasi persoalan krisis lingkungan.
Strategi dan pencapaian itu diklaim membawa Citarum bisa dipresentasikan dan mendapatkan apresiasi di ajang COP26 Glasgow awal November 2021.
Baca juga: Hadiri KTT COP26, Ridwan Kamil Sebut Citarum Bukan Lagi Sungai Terkotor di Dunia
“Untuk mengelola 300 kilometer (km) DAS Citarum, 18 juta penduduk di sekitar DAS Citarum, kami membuat command center menggunakan digital,” kata Kang Emil.
Pembuatan untuk command center tersebut, lanjut dia, berfungsi untuk memantau pencemaran, memonitor keamanan, memonitor data dan mengambil keputusan.
Selain keberhasilan Sungai Citarum, Kang Emil mengatakan, Jabar juga menjadi satu-satunya provinsi yang melahirkan inovasi eco village, yaitu desa-desa yang memegang teguh pelestarian lingkungan hidup.
Jumlah ecovillage saat ini diketahui sudah mencapai 377 dan akan menjadi budaya jangka panjang yang diterapkan di seluruh desa di Jabar.
Baca juga: Gus Halim Berharap Desa Tanggap Perubahan Iklim Dapat Antisipasi Dampak Bencana
Tak hanya itu, Kang Emil mengaku, pihaknya juga berhasil melampaui target keragaman hayati lewat program Taman Hayati dengan target 217 hektar (ha) dan kini sudah mencapai 238 ha.
“Alhamdulillah program Taman Hayati naik 110 persen menjadi 38 ha,” ujarnya.
Meski demikian, Kang Emil menyatakan, pihaknya sempat berhadapan dengan isu lahan kritis.
Guna mengatasi isu lahan kritis, Pemprov Jabar melakukan upaya reforestasi dengan menargetkan penanaman 50 juta pohon dalam lima tahun.
Baca juga: Respons Banjir Bandang Kota Batu, BNPB: Akan Dilakukan Susur Sungai hingga Penanaman Pohon
“Rupanya program ini berjalan progresif, karena dalam tiga tahun sudah bisa menanam pohon sebanyak 40,6 juta atau 80 persen dari target,” ujar Kang Emil.
Program tersebut, imbuh dia, akan diakselerasi menggunakan kampanye digital, yaitu memberi kesempatan kepada warga Jabar yang ingin menyumbang pohon untuk mendaftar ke situs Simantri Bibit. Hal ini juga dilakukan dengan kesadaran warga yang ingin menanam sendiri.
“Di Simantri Bibit, warga bisa membeli bibit dan tinggal membayar secara digital. Nanti tim dari kami akan menanam dan melaporkan lokasi pohon itu ditanam di mana. Kalau menanam sendiri bisa melaporkan di aplikasi E-tanam,” ujar Kang Emil.
Untuk urusan daur ulang sampah plastik, ia menjelaskan, Jabar juga memiliki inovasi lewat fasilitas mengubah plastik menjadi plastik lewat pendekatan sirkular ekonomi.
Baca juga: Anak-anak di Jombang Daur Ulang Sampah Plastik Jadi Alat Kampanye Prokes
Bahkan, fasilitas tersebut ikut dimanfaatkan oleh Provinsi Bali dan Sulawesi. Kang Emil berharap, fasilitas daur ulang sampah plastik dapat terbangun di seluruh provinsi di Indonesia.
“Sehingga Indonesia tidak lagi disebut the second biggest polluter of plastic to ocean di dunia setelah China. Kita akan buktikan minimal Jabar dapat berkontribusi mengurangi sampah plastik,” katanya.
Selain daur ulang sampah plastik, Pemprov Jabar juga terus mendorong agar konsep waste to energy bisa segera beroperasi di Tempat Pembuangan dan Pengolahan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo, Bogor, dan TPPAS Legok Nangka, Kabupaten Bandung.
Menurut Kang Emil, TPPAS Lulut Nambo akan menghasilkan bahan bakar sejenis briket untuk industri semen menggantikan batu bara.
Baca juga: Kang Emil Minta 6 Kepala Daerah di Jabar Kelola Bersama TPPAS Legok Nangka
Untuk itu, ia bersama pihaknya juga melakukan penguatan sumber daya air bersih di dua lokasi yaitu Waduk Darma, Kuningan dan Situ Ciburuy, Bandung Barat.
Tak hanya itu, komitmen pihaknya untuk mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) juga diperlihatkan dengan mewajibkan industri untuk mulai beralih pada panel surya.
Kebijakan tersebut nantinya akan ditopang pula lewat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) apung terbesar di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang saat ini tengah dibangun di Waduk Cirata.
Baca juga: PLTS Terapung Terbesar di Asia Tenggara Siap Dibangun di Waduk Cirata
Sementara itu, kata Kang Emil, industri baterai mobil listrik pun sudah mulai diproduksi di Karawang.
“Insya Allah nantinya Jabar terdepan dalam proses mengurangi ketergantungan dari bahan bakar fosil menjadi ramah lingkungan melalui energi baru terbarukan,” ucapnya.