KOMPAS.com – Kawasan Industri Tanjung Buton ( KITB) yang terletak di pesisir dua Kampung Mengkapan dan Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi baru.
Hal itu disampaikan Bupati Siak Alfedri. Ia mengatakan, KITB terletak di area strategis, yakni berdekatan dengan Selat Malaka dan berhadapan langsung dengan dua negara tetangga, Malaysia dan Singapura.
Selain itu, KITB juga memiliki dermaga yang cukup panjang dan megah bertaraf internasional, didukung dengan alur pelayaran perairan Selat Asam dan sebagian berada di Selat Lalang menuju kawasan industri Pelabuhan Tanjung Buton.
Baca juga: Wujudkan Impian Anak PKH Berkuliah, Pemkab Siak Usung Program BeTUNAS
Alur pelayaran tersebut memiliki panjang kurang lebih 36 mil dan kedalaman alur mencapai 17-20 meter low water spring (LWS) sehingga mampu dilintasi kapal tanker berbobot 50.000 deadweight tonnage (DWT).
Meskipun memiliki potensi besar, Alfedri mengakui bahwa KITB masih membutuhkan sejumlah infrastruktur pendukung, seperti jalan, listrik, dan air bersih. Oleh karena itu, ia menargetkan secara bertahap melengkapi infrastruktur pendukung tersebut.
“Target kami adalah melengkapi infrastruktur pendukung di kawasan industri secara bertahap, termasuk meyakinkan investor di berbagai kesempatan agar tertarik berinvestasi di KITB,” kata Alfedri dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (21/1/2024).
Ia yakin, KITB akan berkembang pesat karena potensi sumber daya yang dimiliki Kabupaten Siak dan Provinsi Riau sangat besar, khususnya sektor minyak dan gas, perkebunan, pertanian, dan kehutanan.
“Prioritas kami adalah mengembangkan industri di kawasan industri Tanjung Buton, seperti industri hilir Migas, industri hilir sawit, pengelolaan hasil pertanian atau kehutanan, dan industri maritim,” sebutnya.
Alfedri juga menyebutkan bahwa banyak investor yang berminat berinvestasi di KITB, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun, karena terjadinya wabah Covid-19, rencana investasi tersebut tertunda.
Baca juga: Komitmen Layani Masyarakat, Pemkab Siak Adakan Program Bujang Kampung di Kelurahan Kandis Kota
“Namun, kami terus komunikasi dengan mitra dan berkoordinasi bersama Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencari info terkait investasi di daerah,” kata dia.
Saat ini, KITB telah dikelola oleh PT KITB sebagai badan usaha milik daerah (BUMD). Sementara, jasa kepelabuhanan Pelabuhan Internasional Tanjung Buton operasionalnya di bawah kendali PT Samudra Siak.
“Jadi, di KITB, ada dua BUMD kami yang bertanggung jawab mengelola kawasan. Kemudian, ada pula rekanan pemanfaatan jasa pelabuhan PT Zapin Energi Sejahtera, Internasional Green Energi, PT Sinergi Charisma Yudha bergerak di bidang stock pile cangkang dan PT Multi Utama Logistik jasa pergudangan,” terang Alfedri.
Selain aktivitas muat cangkang sawit, Pelabuhan Tanjung Buton juga melayani ekspor produk tisu dan plain paper dari PT Indah Kiat. Aktivitas bongkar muat kapal datang pergi silih berganti.
“Saat ini, aktivitas bongkar muat kawasan pelabuhan mengalami peningkatan kinerja positif. Pelabuhan Tanjung Buton menjadi salah satu pelabuhan ekspor cangkang terbesar di Indonesia. Maka dari itu, kinerjanya di pantau pusat dan menjadi penilaian Kementerian Investasi/BKPM,” kata Alfedri.
Alfedri berharap, di kawasan industri KITB terdapat industri pengembangan turunan minyak kelapa sawit. Hal ini karena Kabupaten Siak memiliki areal kebun terluas di Riau. Dengan begitu, dapat membuka lapangan pekerjaan bagi warga setempat dan Riau.
Baca juga: Tinjau Gudang Logistik Pemilu 2024, Bupati Siak: Surat Suara yang Rusak Hanya 0,0001 Persen
“Kami berharap, investasi ada dalam waktu dekat. Mari doakan bersama, kawasan ini bertumbuh dan berkembang menjadi kawasan ekonomi baru yang maju di kawasan pesisir. Tentu yang terpenting investasi dapat masuk. Bila kawasan industri berjalan, penyerapan lapangan pekerjaan terjadi dan pengangguran teratasi,” ucapnya.
Sebagai informasi, KITB diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak sejak 2004. Kawasan ini dibangun di atas lahan yang dibebaskan dengan luas 5.129 hektare. Sementara, lahan yang sudah memiliki sertifikat hak pengelolaan (HPL) seluas 600 hektare.