KOMPAS.com – Peserta KMAN VI asal Masyarakat Adat Kasepuhan bernama Henriana Hatrawijaya membagikan rencananya menempuh perjalanan darat dan laut untuk menghadiri Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI di Wilayah Adat Tabi di Papua.
Dia mengatakan, perjalanan lewat jalur darat dan laut itu dia tempuh sebagai upaya untuk melakukan perjalanan spiritual.
Pria yang akrab disapa Kang Noci itu meyakini, perjalanan spiritual yang dilakukan bersama rekannya, yaitu Algar Yuliadi, dapat berjalan sesuai rencana.
Dia menyebutkan, perjalanan spiritual itu merupakan hal pertama yang pernah ada di dalam sejarah KMAN. Oleh karenanya, dia optimistis hal ini akan menjadi cerita yang menarik dalam hidupnya.
“Ini akan jadi pengalaman yang menarik dalam hidup saya yang bisa diceritakan ke anak cucu dan generasi mendatang,” katanya dalam wawancara, Senin (5/9/2022), seperti keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (12/10/2022).
Baca juga: Dukung KMAN VI, Masyarakat Adat di Jayapura Siapkan Rumahnya untuk Penginapan Peserta
Kang Noci juga mengatakan, idenya juga didasari banyaknya orang-orang di Indonesia Barat yang membahas soal tantangan maupun mahalnya biaya keberangkatan ke Papua.
“Harus ada cerita tersendiri dari perjalanan ini. Saya dari Komunitas Masyarakat Adat Kasepuhan Cisungsang ini merasa berkewajiban untuk ikut serta dalam KMAN VI.
“Sehingga dari mulai keberangkatan hingga ke Papua, harus bermakna. Latar belakang itu kemudian membuat saya berpikir (kalau) saya harus beda,” imbuhnya.
Kang Noci juga menyampaikan, ada orang yang berpikir jika ke Papua harus naik pesawat. Sebaliknya, dia menyampaikan ide ini ke komunitas masyarakat adat dan mengajak satu orang teman agar pergi melalui jalan darat dan laut ke Papua.
Menurutnya, kelak itu bisa menjadi cerita tentang seperti apa perjalanan. Ia pun turut mendokumentasikan perjalanannya ke dalam video.
Baca juga: AMAN Sembalun Bakal Suguhkan 500 Kotak Teh Peppermint untuk Peserta KMAN VI di Papua
“Ada banyak cara ketika kita berniat untuk pergi ke KMAN VI yang sangat bersejarah dan penuh dengan makna spiritual ini. Karena itulah, saya sebut ini perjalanan spiritual,” sebutnya.
Kang Noci juga mengatakan, rencana perjalanan darat dan laut itu akan menjadi perjalanan paling jauh yang pernah dia tempuh.
Sebelumnya, dia memang telah terbiasa melakukan perjalanan darat maupun laut, tapi hanya di sekitar Pulau Jawa.
Dia juga menyebutkan, rencana tersebut sudah mendapatkan izin dari keluarga.
Lebih lanjut, Kang Noci mengatakan, perjalanan spiritual yang dia tempuh akan diawali dengan ritual adat di Kasepuhan Cisungsang.
Baca juga: Kongres Masyarakat Adat Nusantara VI di Jayapura Disambut Baik Masyarakat Setempat
Persiapan ritual biasanya dilakukan dua atau tiga hari sebelum ia berangkat ke Papua.
“Nanti ada ritual dulu. Saya akan menghadap abah (ketua adat di dalam Masyarakat Adat Kasepuhan) untuk melakukan ritual dan ada pembekalan spiritual dari Kasepuhan. Setelah itu, baru melakukan perjalanan hingga ke Papua,” ungkapnya.
Ia mengaku, akan ada dua benda yang dibawanya dalam perjalanan, yakni kemenyan dan panglai (sejenis umbi-umbian mirip jahe).
“Itu syarat ketika kita mau berangkat ke mana pun. Setelah ritual dan dibekali dua benda ini, kemenyan dan panglai, lalu kedua benda dibawa pimpinan rombongan sampai Papua,” katanya.
Kang Noci menambahkan, sesampainya di Papua, kemenyan yang dibawa itu akan dibakar. Kemudian, ia diwajibkan untuk menyampaikan salam kepada ketua adat setempat. Menurutnya, proses ini menjadi bagian dari syarat.
Baca juga: Kisah Perjuangan Masyarakat Adat Simantipal, Rela Bongkar Permukiman demi Jadi Bagian Indonesia
“Itu harus (dilakukan) karena spiritualnya itu mengkoneksikan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Ketika kita berangkat dari Banten dan dibekali oleh Kasepuhan di sini, maka itu harus sampai di sana (Papua),” paparnya.
Kang Noci menerangkan, makna dari perjalanan spiritual itu adalah adanya keterhubungan yang kuat antara satu masyarakat adat tertentu dan masyarakat adat yang lain.
Ia memaknai arti filosofis perjalanan spiritual yang akan dijalankannya tersebut sebagai suatu koneksi di antara sesama masyarakat adat di mana pun di dunia ini.
“Itu akan kita buktikan dalam perjalanan ini,” ungkapnya.
Dengan diiringi sedikit canda, Kang Noci menegaskan, perjalanan itu dia lakukan bukan karena komunitas masyarakat adatnya tidak mampu membeli tiket pesawat.
"Kami ingin menjalin suatu keterhubungan masyarakat adat yang beda pulau di Nusantara, bahkan beda negara jika memungkinkan," tuturnya.
Baca juga: Latih 19 Pemuda Papua Jadi Jurnalis, AMAN Harapkan Mereka Jadi Aset Perjuangan Masyarakat Adat
Kang Noci dan rekannya direncanakan akan berangkat pada 10 atau 11 Oktober 2022 dari Banten.
Dengan begitu, mereka akan tiba beberapa hari lebih awal sebelum KMAN VI dimulai pada 24 Oktober 2022. Mereka diprediksi akan tiba di Jakarta satu hari setelah berangkat.
Lalu, perjalanan dilanjutkan menuju Surabaya melalui kereta api. Di sana, mereka akan menginap dan melanjutkan perjalanan ke Makassar dan ke Jayapura melalui kapal laut.
“Saya perkirakan perjalanan spiritual ini memakan waktu sekitar 7-8 hari,” katanya.
Kang Noci menyebutkan, hingga kini yang akan berangkat melakukan perjalanan spiritual lewat jalur darat dan laut masih dua orang.
Ia pun mengaku belum menyampaikan soal keberangkatannya ke komunitas masyarakat adat lain. Namun, jika ada yang ingin pergi bersama mereka, dia akan menyambutnya dengan gembira.
Baca juga: 5 Rumah Adat Nusa Tenggara Barat, Bukti kekayaan Budaya Nusantara
“Kita terbuka dengan siapa pun yang ingin berangkat bersama. Ayo, kita bareng-bareng! Tapi, syaratnya harus ada izin dari ketua adat masing-masing,” katanya.
Kang Noci menambahkan, ia sebetulnya berencana mengajak pemuda adat dari Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN).