KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng) meraih penghargaan Implementasi Industri Hijau Terbaik ketiga dari Kementerian Perindustrian.
Penghargaan tersebut diterima langsung Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin dalam acara Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) di Plenary Hall, Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025).
Taj Yasin menegaskan, capaian itu menjadi modal penting untuk menggaet minat investor, baik dari dalam maupun luar negeri, berinvestasi di Jawa Tengah.
“Penghargaan ini menjadi kepercayaan sekaligus ajakan bagi investor. Kami berkomitmen membangun Jawa Tengah yang ramah lingkungan bersama industri,” ujarnya melalui siaran pers, Rabu.
Taj Yasin mencontohkan, sebagian kantor pemerintahan di Jateng sudah menggunakan panel surya sebagai sumber energi terbarukan.
Langkah itu, kata dia, bukan sekadar efisiensi, tetapi juga sinyal keseriusan Pemprov dalam mengedepankan prinsip industri hijau.
Baca juga: Industri Hijau Tak Cukup Patuh Regulasi, Harus Proaktif
“Ketika investor masuk ke Jawa Tengah, kami ingin mereka benar-benar memperhatikan aspek ini (industri hijau),” ucap Taj Yasin.
Menurut Taj Yasin, saat ini Jateng tengah gencar menggaet investasi untuk mendorong kesejahteraan masyarakat.
Sejumlah kawasan ekonomi khusus (KEK) pun telah disiapkan, antara lain KEK Industropolis Batang, KEK Kendal, Kawasan Industri Wijaya Kusuma Semarang, dan kawasan lainnya.
Selain itu, Pemprov Jateng juga menjalin kerja sama sister province dengan Malaka (Malaysia) dan Fujian (China) guna memperluas peluang investasi.
“Kami juga ingin menggarap potensi pertanian, perkebunan, dan perikanan di wilayah pantai selatan (Pansela) menjadi agroindustri,” kata Taj Yasin.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan, sektor industri menjadi penopang utama perekonomian nasional. Bahkan, sektor manufaktur berkontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.
Akan tetapi, lanjut Agus, industri manufaktur juga menghadapi tantangan berat yang berkaitan erat dengan dinamika geopolitik dan geoekonomi.
“Salah satunya termasuk tuntutan global dari pasar yang mengharuskan setiap produk dihasilkan melalui upaya penurunan emisi gas rumah kaca,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Agus, transformasi menuju industri hijau tidak boleh dipandang sebagai beban biaya (cost), melainkan sebagai investasi strategis.
Pemerintah, kata dia, harus hadir untuk mendukung langkah tersebut.
Dalam kesempatan itu, Agus juga mengajak seluruh pihak meninggalkan pandangan yang memperhadapkan kepentingan pertumbuhan ekonomi dengan upaya menjaga lingkungan hidup.
Baca juga: Lestarikan Tradisi, Pacu Jalur 2025 Dorong Pertumbuhan Ekonomi di Riau
“Transformasi menuju industri hijau adalah perjalanan panjang yang membutuhkan visi, inovasi, dan kolaborasi. Pelaku industri perlu melihat agenda dekarbonisasi, mulai dari efisiensi energi, pemanfaatan energi terbarukan, inovasi teknologi, hingga penerapan prinsip ekonomi sirkular,” ucapnya.
Ia menegaskan, agenda itu bukanlah beban, melainkan peluang emas untuk meningkatkan daya saing di pasar global, mendukung pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Agus menambahkan, peran pemerintah daerah juga sangat penting dalam pengelolaan limbah atau sampah (waste management), terutama pada aspek pengumpulan (waste collection).
“Kami ingin mewariskan kepada generasi penerus sebuah masa depan yang sehat, dimulai dari lingkungan,” pungkasnya.