JAKARTA, KOMPAS.COM – Penjabat (Pj.) Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Heru Budi Hartono serius dalam menanggulangi pengelolaan sampah Jakarta. Salah satunya dengan membangun Refuse Derived Fuel (RDF) Plant Jakarta di Rorotan, yang merupakan fasilitas pengolahan sampah menjadi RDF terbesar di dunia.
“Kapasitas RDF Plant Rorotan mampu mengolah 2.500 ton sampah per hari yang akan menghasilkan produk berupa RDF atau bahan bakar alternatif sebanyak 875 ton per hari,” ucap Heru, seperti dikutip dari Beritajakarta.com, Senin (13/5/2024).
Ia melanjutkan, saat ini, Jakarta harus memprioritaskan pengelolaan sampah dalam kota, agar beban Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang berkurang.
Menurutnya, pembangunan RDF Rorotan merupakan perwujudan Jakarta sebagai Kota Global Berkelanjutan dalam pengelolaan sampah seperti negara maju.
Baca juga: Groundbreaking Proyek RDF, WIKA Siap Reduksi Sampah 2.500 Ton per Hari
Pembangunan RDF Plant Rorotan dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta. Kontrak pengerjaan design and build dilaksanakan sejak 26 Maret 2024 dan ditargetkan beroperasi pada 2025.
Kepala DLH Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto menjelaskan, pembangunan RDF Plant Rorotan telah mencapai 13,90 persen hingga kini, yang meliputi perancangan, pekerjaan tanah, pemancangan, serta pengadaan mesin-mesin pengolahan sampah.
“Metode pengolahan sampah menjadi RDF memiliki beberapa keunggulan. Antara lain mengolah sampah tercampur dan andal terhadap perubahan kualitas sampah, sehingga efektif untuk mengolah sampah sesuai komposisi serta karakteristik sampah di Jakarta,” kata Asep dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Selasa (10/9/2024).
Asep menambahkan, RDF Plant Rorotan dibangun untuk memastikan agar pengolahan sampah dapat menghasilkan RDF yang memenuhi spesifikasi off-taker. Selain itu, DLH Provinsi DKI Jakarta pun membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang fokus pada pelayanan publik dan melaksanakan transaksi.
“PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk dan PT Solusi Bangun Indonesia telah menyampaikan surat kesediaan sebagai off-taker RDF dan kesanggupan untuk memanfaatkan seluruh produk RDF Plant Rorotan. Mereka menyambut baik inisiatif ini untuk menghasilkan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan,” ujar Asep.
Baca juga: Pemprov DKI Diminta Segera Bangun RDF Plant Baru di Rorotan dan Pegadungan
Di sisi lain, DLH Jakarta memperhatikan pula isu lingkungan yang dikhawatirkan muncul akibat RDF Plant Rorotan. Menyikapi hal ini, Asep memastikan bahwa pihaknya tetap mempertimbangkan aspek lingkungan dalam perencanaan dan pembangunan RDF Plant Rorotan.
Misalnya, mengoptimalkan penggunaan truck compactor untuk mengangkut sampah dari sumber menuju RDF Plant Rorotan, agar meminimalkan bau dan ceceran lindi di sepanjang jalan.
Lalu, bangunan hanggar utama penerimaan dan pengolahan sampah juga didesain dengan bentuk tertutup serta dilengkapi sistem pengendali batu. Sistem pengering RDF pun dilengkapi dengan pengendali emisi untuk memenuhi baku mutu lingkungan.
“RDF Plant Rorotan juga dilengkapi dengan Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SKPU) yang dapat terkoneksi dengan sistem informasi DLH Jakarta untuk memonitor kualitas udara ambien di dalam kawasan RDF. Selain itu, kami akan melaksanakan pemantauan secara berkala untuk melihat kualitas lingkungan sesuai dengan amdal RDF Rorotan,” tutur Asep.
Pada 2023, DLH Provinsi DKI Jakarta telah menyelesaikan pembangunan dan mulai mengoperasikan RDF Plant di TPST Bantargebang.
Setahun kemudian, DLH DKI Jakarta membangun RDF Plant di Rorotan. Dengan demikian, Pemprov DKI Jakarta akan memiliki dua RDF Plant untuk mengolah sampah di Jakarta.
Menurut Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Ida Mahmudah, penambahan RDF Plant yang sudah direncanakan harus segera diselesaikan sesuai target.
“Sebab, dengan penambahan RDF Plant, pengelolaan sampah di Jakarta diharapkan akan lebih maksimal. Jadi, harus diselesaikan sesuai dengan rencana yang sudah disetujui oleh pihak legislatif,” paparnya seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (30/4/2024).
Baca juga: Teknologi RDF Plant Dianggap Tidak Tepat Atasi Masalah Sampah di Jakarta
Ida mengungkapkan, penambahan tersebut dapat mengurangi beban kerja RDF Plant di TPST Bantargebang. Apalagi, sampai saat ini pun masih tertimbun dan memunculkan banyak masalah baru, seperti kesehatan dan lingkungan.
“Masalah sampah kalau bisa diselesaikan langsung di Jakarta, tentu akan lebih efektif dan efisien. Mulai dari dapat mengurangi kemacetan, hingga meminimalisasi biaya yang dikeluarkan,” urai Ida.
Sementara itu, Pengamat Isu Berkelanjutan Sigmaphi Gusti Raganata menilai, kapasitas RDF hanya bisa mengelola 20 persen dari total sampah di Jakarta.
“Contohnya, jika total sampah 2.200 ton, RDF hanya bisa mengolah sampah sebesar 440 ton dan masih menyisakan sampah basah sekitar 1.760 ton,” ungkap Gusti, seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (5/4/2024).
Ia menyarankan, Pemprov DKI Jakarta juga membangun Intermediate Treatment Facility (ITF) yang banyak digunakan di kota-kota besar dunia dalam menanggulangi sampah.
“Sebaiknya tidak hanya fokus pada proses pengolahan sampah, tetapi juga bagaimana output yang dihasilkan. OutputITF berupa energi listrik yang bisa menggantikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)," jelas Gusti. (Rindu Pradipta Hestya)