JAKARTA, KOMPAS.com – Sebagai upaya untuk mencegah tindakan korupsi, Pemerintah Provinsi (Pemrpov) DKI Jakarta menerapkan program Jakarta Satu yang mulai diterapkan sejak Januari 2018.
Jakarta Satu merupakan program yang mengintegrasikan semua data terkait pemerintahan dalam satu acuan dan peta yang sama. Data tersebut akan terus diperbaharui, sehingga akan mudah mengidentifikasi apabila terjadi keanehan yang berpotensi korupsi.
Menurut Ketua Komite Pencegahan Korupsi Ibu Kota Jakarta Bambang Widjajanto, tanpa acuan data dan peta yang sama, Pemprov DKI Jakarta sulit untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Dengan demikian bisa terjadi potensi kebocoran keuangan negara di berbagai sektor.
“Dengan sistem pengawasan terintegrasi melalui wujud Jakarta Satu, tidak hanya kebocoran keuangan negara yang berpotensi korupsi dapat dicegah. Melainkan pemborosan dan inefisiensi anggaran daerah dapat dikurangi,” kata Bambang.
Lebih lanjut, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi DKI Jakarta Atika Nur Rahmania menerangkan, ada lima hal yang terintegrasi lewat program Jakarta Satu.
Pertama, peta dasar dari Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta. Kedua, data pajak dan retribusi dari Badan Pajak dan Retribusi Provinsi DKI Jakarta. Ketiga, data air tanah dari Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta.
Keempat, data aset pemerintah daerah dari Badan Pengelola Aset Daerah Provinsi DKI Jakarta. Kelima, data kependudukan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta.
Dengan begitu, Pemprov DKI Jakarta mempunyai sumber informasi berbasis geospasial sebagai dasar pengambilan kebijakan. Baik parsial maupun terintegrasi oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Provinsi DKI Jakarta.
“Contohnya, kalau kita mau tahu, misalnya di daerah Menteng, apakah masih ada lahan untuk pembangunan, akses terkait lahan hijau itu peruntukannya untuk perumahan atau perkantoran, harga tanah berapa, itu semua sudah keluar datanya di situ melalui basis geospasial itu,” terang Atika.
Menurut dia, Jakarta Satu merupakan awal dari perubahan besar di Jakarta. Terdapat tiga langkah perubahan yang dapat dilakukan melalui program tersebut.
Langkah pertama adalah optimalisasi dan maksimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta. Kenaikan PAD, menurut Atika, akan memungkinkan Pemerintah DKI Jakarta memiliki ruang fiskal yang memadai untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
“Kedua, melakukan pencegahan kebocoran dan potensi korupsi. Ketiga, melakukan transformasi kebijakan menjadi lebih berpihak kepada rakyat dengan memperbanyak subsidi dan kemudahan terutama bagi warga miskin dan mereka yang terpinggirkan,” terangnya.