KOMPAS.com – Bupati Bone Bolango Hamim Pou menerima respons positif dari berbagai kalangan usai meluncurkan buku yang berjudul “Belajar dari Bone Bolango.” Pasalnya, buku ini mengkaji kebijakan pengentasan kemiskinan di pedesaan.
Adapun peluncuran buku Belajar dari Bone Bolango dilakukan Hamim dalam kegiatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) di Gedung Layanan Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Senin (27/3/2023).
Menurut Editor Senior Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Candra Gautama, masalah kemiskinan di Indonesia sudah seperti lingkaran setan.
Meski demikian, masalah kemiskinan hanya menjadi studi yang dilakukan oleh akademisi dan sesekali dilaporkan.
Baca juga: Pascasarjana UNJ Hadirkan Akademisi EduHK di Program Visiting Professor
"Dari buku (Belajar dari Bone Bolango) ini memiliki kekuatan untuk memprovokasi kepala daerah untuk melakukan inovasi dalam pengentasan kemiskinan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (28/3/2023).
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Bidang Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel mengapresiasi langkah berani Bupati Hamim untuk menulis tentang kemiskinan di Kabupaten Bone.
Menurut putra kebanggaan Provinsi Gorontalo tersebut, mengangkat kemiskinan dalam sebuah buku merupakan hal luar biasa.
"Merupakan langkah berani karena jika kita mengakui, maka (buku Belajar dari Bone Bolango) ini menjadi modal untuk kita (semua pihak) mau membangun Gorontalo," ucap Rachmat.
Baca juga: Polda Gorontalo Gelar Tahlilan Mendoakan Briptu RF, Ajudan Kapolda yang Tewas di Mobil Dinas
Sementara itu, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Maliki mengatakan, jiwa kemandirian masyarakat perlu dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan.
"Kemiskinan itu jangan dipelihara, dan jangan berlomba untuk menjadi miskin," katanya pada sesi diskusi.
Maliki menyayangkan adanya banyak bantuan sosial (bansos) yang menjadi pinjaman untuk mendapatkan hutan.
“Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), ternyata sosial saat ini banyak menjadi pinjaman mendapatkan hutan, bukan lagi untuk menangani kebutuhan mendesak,” imbuhnya.