MAKASSAR, KOMPAS.com – Selama 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Kota Makassar meningkat drastis. Bahkan, pertumbuhan ekonomi kota ini yang mencapai 8,23 persen mengalahkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Sulewesi yang ada di 7,07 persen.
"Waktu saya dan Wakil Wali Kota Syamsul Rizal menjabat pada 2014, saat itu pertumbuhan ekonomi Kota Makassar di angka 7,39 persen. Namun usai itu, setiap tahun pertumbuhan ekonomi terus membaik hingga mencapai 8,23 persen pada 2019," ucap Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Wali Kota Makassar yang akrab disapa Danny Pomanto itu sendiri mengatkan hal tersebut, saat rapat paripurna LKPJ Tahun Anggaran 2018 dan LKPJ AMJ Masa Jabatan 2014-2019 di Makassar beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Danny Pomanto mengatakan, pencapaian tersebut jelas membanggakan. Apalagi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5,15 persen, pertumbuhan ekonomi Makassar berada dalam posisi yang membanggakan.
"Meski begitu, tidak mudah menjaga pertumbuhan ekonomi secara konsisten untuk terus bergerak positif di tengah perlambatan ekonomi global dan regional yang terjadi belakangan ini,” katanya.
Atas pertumbuhan ekonomi tersebut, lanjut Denny, jumlah uang yang beredar di Kota Makassar diproyeksikan sebesar Rp 160,76 trilun lebih. Hal ini sebagaimana nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tahun 2018.
"Dibandingkan tahun 2014 yang hanya Rp 100,39 trilun, jumlah uang yang beredar pada 2018 meningkat Rp 60 trilun atau meningkat 60,13 persen," ucap Danny.
"Naiknya PDRB Kota Makassar kemudian berimplikasi pada meningkatnya Pendapatan Per Kapita masyarakat Kota Makassar. Danny memproyeksikan pada Pendapatan Per Kapita masyarakat Makassar pada 2018 Rp108,04 juta lebih pertahun.
Proyeksi itu naik dari sebelumnya hanya Rp 70,24 juta lebih per tahun pada 2014 atau meningkat 53,81 persen.
Lebih lanjut, Wali Kota Danny menyebutkan, berkat pertumbuhan eknomi yang tinggi, Kota Makassar kemudian menjadi penyangga utama perekonomian Sulawesi Selatan.
Tercatat kontribusi kota ini mencapai 34,17 persen atau lebih dari 1 per 3 dari ekonomi Sulawesi Selatan.
Adapun dari sisi pengendalian inflasi Kota Makassar, Danny Pomanto mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar bersama stakeholders terkait berhasil berperan aktif dalam menjaga kenaikan harga.
Hasilnya tingkat inflasi dapat diturunkan dari 8,51 persen pada 2014 menjadi terkendali di angka 3,48 persen pada 2018.
“Pencapaian ini menjadikan Kota Makassar sebagai salah satu peraih Kota Terbaik Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Award yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo," ucap Wali Kota Makasar.
Tak hanya penurunan inflasi, capaian positif lain terlihat dari kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Makassar. Nilai IPM Makassar pada 2018 berada pada angka 81,13 atau meningkat dibandingkan pada 2014 yang bernikah 79,35.
Sejalan dengan itu, Danny Pomanto memaparkan, tingkat kemiskinan pun mampu diturunkan dari 4,49 persen pada 2014 menjadi 4,41 persen pada 2018 lalu. Begitu juga dengan ketimpangan pendapatan atau gini rasio, yang sering kali menjadi permasalahan di kota-kota besar.
“Alhamdulillah atas kerja keras kita bersama mampu diturunkan dari 0,395 pada awal pemerintahan Danny bersama Wakilnya menjadi 0,383 saat ini. Angka ini termasuk dalam tingkat ketimpangan rendah di Indonesia," papar Danny.
Peningkatan yang diraih Kota Makassar, sambung Danny Pomanto, menunjukkan bahwa program-program strategis yang digagas oleh Pemkot Makassar memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan Kota Makassar dan masyarakatnya
“Walaupun demikian, capaian-capaian tersebut tentu saja disertai dengan beberapa catatan penting yang perlu untuk diperbaiki ke depannya seperti pengurangan jumlah pengangguran,"ucapnya.
Dalam rapat paripurna itu, Danny Pomanto pun menjelaskan tentang pendayagunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selama lima tahun.
Menurutnya dalam periode tersebut pendayagunaan APBD Makassar memperlihatkan kapasitas fiskal daerah yang kuat dan berkualitas.
Adapun pelaksanaan APBD Kota Makasar sendiri, kata dia, berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku dan terdiri atas tiga komponen, yaitu Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah.
Sebagai perbandingan pada 2014 realisasi pendapatan daerah sebesar Rp 2,62 triliun lebih, sementara pada 2018 mencapai Rp 3,42 triliun lebih atau terjadi peningkatan Rp 798,66 miliar lebih.
"Bahkan untuk tahun anggaran 2019 yang tengah berjalan saat ini kami targetkan pendapatan daeran mencapai Rp 4,09 triliun lebih,” rincinya.
Sementara itu, untuk pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Danny memamparkan bahwa ada tren peningkatan dari Rp 730,98 miliar (2014) menjadi Rp 1,18 triliun lebih (2018). Nilai ini naik Rp 454,46 miliar lebih.
"Kami targetkan untuk tahun anggaran 2019 ini PAD mencapai Rp 1,64 triliun lebih.
Pada saat yang sama kemandirian keuangan daerah semakin pula meningkat. Hal ini terlihat dari rasio antara PAD dengan total Pendapatan Daerah yang saat ini lebih dari 1 per 3 atau 34,58 persen.
“Ini berarti tingkat ketergantungan APBD Kota Makassar terhadap dana transfer dari pemerintah pusat semakin menurun. Sumber pendapatan lainnya yaitu dana perimbangan juga mengalami kenaikan dari Rp 1,25 triliun lebih (2014) menjadi Rp 1,80 triliun lebih (2018) atau naik Rp 556,38 miliar lebih,” katanya.
Sementara itu, untuk pendapatan lain-lain yang bersumber dari pendapatan sah terjadi penurunan dari Rp 646,95 miliar lebih (2014) menjadi Rp 434,76 miliar lebih (2018). Hal ini karena dipengaruhi oleh komponen dana bagi hasil yang belum seluruhnya bisa diterima untuk tahun anggaran 2018.
“Sementara itu pada komponen belanja daerah juga menunjukkan kinerja yang sangat baik. Pada 2014 realisasi Belanja Daerah sebesar Rp 2,60 trilyun lebih, sementara 2018 realisasinya mencapai Rp 3,52 triliun lebih atau bertambah sebanyak Rp 919,99 milyar lebih," ucapnya.
Ia melanjutkan, salah satu aspek penting dari pengelolaan blanja daerah adalah proporsi antara belanja langsung untuk membiayai pelayanan publik kepada masyarakat, dengan belanja tidak langsung buat operasional aparatur pemerintah daerah.
Hal ini. lanjut dia, memperlihatkan keberpihakan yang kuat dari Pemkot Makassar untuk menggunakan APBD secara maksimal bagi kepentingan masyarakat luas.
Selanjutnya komponen ketiga pada APBD adalah pembiayaan daerah. Pada komponen ini, Danny Pomanto memaparkan adanya kinerja baik. Hal ini terlihat dari meningkatnya pembiayaan daerah dari Rp 234,41 miliar lebih pada 2014 menjadi Rp 272,35 miliar lebih pada 2018.
"Pembiayaan daerah yang salah satunya dikontribusi oleh sisa lebih penghitungan anggaran tahun sebelumnya (SILPA) memang perlu kita jaga pencapaiannya agar APBD dapat berjalan lebih efektif dan efisien," pungkasnya.