KOMPAS.com - Diskusi Tangerang Raya (DTR) telah memasuki epsiode kedua. Acara ini berlangsung di Loteng Cafe, Kota Tangerang, Banten, Jumat (20/10/2023).
Kali ini, acara dua mingguan itu mengangkat tema besar "Menakar 1 Dasawarsa Kepemimpinan Tangerang Raya" dengan tema bahasan " Smart City dan Transformasi Digital".
Acara tersebut dihadiri oleh Akademisi Universitas Muhammadiyah Tangerang sekaligus Pengamat Kebijakan Publik Memed Chumaidi, Aktivis senior Subandi Musbah, Kepala Bidang Aplikasi dan Informatika Tangerang Selatan (Tangsel) Wisman Syah, Kepala Bidang Aplikasi dan Informasi Kabupaten Tangerang Cecep Khaerudin, serta puluhan aktivis, wartawan senior, dan insan pers.
Diskusi yang didukung oleh platform sosial media (sosmed) @abouttng ini dimoderatori oleh Direktur Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul.
Baca juga: Jadwal Pendaftaran CASN Pemkot Tangerang dan Syaratnya 2023
Akademisi Universitas Muhammadiyah Tangerang sekaligus Pengamat Kebijakan Publik Memed Chumaidi mengatakan, Kota Tangerang memimpin penerapan smart city dan transformasi digital di Tangerang Raya.
"Ini terbukti dari aplikasi Tangerang Live milik Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang yang telah diduplikasi oleh 38 kabupaten/kota. Ini (menurut saya) telah berhasil menciptakan digitalisasi di pemerintahan," tuturnya.
Ia menjelaskan, inovasi soal mutasi jabatan atau merit system yang diinformasikan secara digital tersebut menjadi bentuk transparansi dan akuntabilitas yang adil.
"Ini lompatan besar. Sebanyak 38 kota/kabupaten juga sudah duplikasi aplikasi punya Kota Tangerang," kata Memed.
Baca juga: Pemkot Tangerang Sarankan Empat Ruas Jalan Ini Terapkan Ganjil Genap
Menurut dia, smart city dan transformasi digital merupakan jembatan untuk mendukung kebijakan yang efisien, sehingga merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah (pemda) se-Tangerang Raya.
Oleh karena itu, dia ingin pemda membuka ruang sosialisasi secara masif agar pihak berwenang bisa memiliki pengetahuan yang berguna untuk sinergi dengan masyarakat.
"Maka dari itu penting untuk pemda membuka ruang sosialisasi secara masif. Masyarakat harus diajak sinergi dengan membuka ruang sosialisasi agar tahu kebutuhannya. Sinergitas dengan calon user itu penting," bebernya.
Sementara itu, Analis Kebijakan Publik Subandi Musbah menambahkan, smart city di Tangerang Raya masih memiliki banyak kekurangan. Menurutnya, ada yang salah dengan paradigma soal smart city.
Baca juga: Selidiki Kasus Video Syur Diduga ASN-nya, Pemkot Tangerang Koordinasi dengan Polisi
" Smart city itu semuanya harus smart. Dengan begitu, kehadirannya bisa efektif menjadi problem solver kebijakan di Tangerang Raya. Karena, kadang yang saya lihat, belum tentu masyarakatnya butuh aplikasi, tetapi didorong semacam seperti perlombaan, pemda seperti lomba balap," katanya.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Visi Nusantara (Vinus) menganggap bahwa transformasi digital memiliki fungsi sebagai political will untuk membentuk asas keterbukaan.
"Birokrat harus smart. Mulai sinkronisasi data, partisipasi warga masih rendah seperti di Kabupaten Tangerang, akuntabilitas soal data yang mudah diakses masyarakat, ini pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan segera," tuturnya.
Kepala Bidang Aplikasi dan Informatika Tangsel Wisman Syah mengatakan, Tangsel sebagai kota urban memerlukan transformasi digital untuk bertahan.
Baca juga: Ramai soal Pemkot Tangerang Bongkar Paksa Ruko Warga, Apa Alasannya?
"Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) salah satu contohnya. Ini menjadi bagian sistem percontohan. Namun, memang ada kendala, smart city belum bisa menghubungkan secara utuh pola transformasi digital, terutama terkait sinkronisasi data dengan pemerintah pusat," ujarnya.
Senada, Kepala Bidang Aplikasi dan Informasi Kabupaten Tangerang Cecep Khaerudin berujar, transformasi digital belum bisa maksimal diterapkan di Kabupaten Tangerang karena daerah ini memiliki infrastruktur, luasan, dan karakteristik yang berbeda-beda.
Meski demikian, sebut dia, Tangerang menjadi salah satu kabupaten yang memiliki tingkat pengaduan digital tertinggi di Indonesia pada 2022.
Ia menilai, ekosistem digital memang menjadi sebuah kebutuhan, tetapi penerapannya tidak selalu bisa cocok untuk semua pihak. Perlu ada pendekatan digitalisasi agar digitalisasi bisa diterima dengan baik.
"Contoh seperti pengelolaan dana 246 desa yang full digital dalam pelaporannya. Namun memang ada kendala, seperti belum adanya pihak yang mengawasi seperti Dewan Smart City," ungkapnya.
Adapun Direktur KPN Adib Miftahul sebagai pemantik berujar, aktivis, akademisi, pers, pemangku kepentingan, dan civil society di Tangerang Raya bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi atau masukannya demi kemajuan daerah.
Tujuannya, sambung dia, adalah agar pemda Tangerang Raya menghadirkan kebijakan yang memprioritaskan kemaslahatan rakyat.
Oleh karenanya, DTR dianggap menjadi ruang yang pas bagi sejumlah pihak untuk menyuarakan aspirasinya. Diskusi ini direncanakan akan berjalan setiap dua minggu sekali hingga November 2024 atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 serentak.
Menurutnya, kepemimpinan kepala daerah di Tangerang Raya selama 10 tahun terakhir hingga menjelang pemilihan umum (pemilu) pada Februari 2024 sangat menarik untuk disimak dan dianalisis.
"Pasalnya, segala isu, kebijakan, dan output yang dihasilkan menjadi bahan evaluasi untuk suksesi kepemimpinan mendatang. Intinya, publik harus mendapat pencerahan yang edukatif, manfaat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi," tuturnya.