KOMPAS.com – Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan, permasalahan stunting masih menjadi kendala besar dalam menyiapkan generasi unggul dan kompetitif. Untuk itu, percepatan penanganannya harus terus digencarkan.
Saat ini prevalensi stunting di Banyuwangi adalah 20 persen atau lebih rendah jika dibanding rata-rata kabupaten atau kota se-Jawa Timur (Jatim) yang sebesar 23,5 persen.
"Kami punya mimpi pada 2024 angka stunting Banyuwangi di bawah 14 persen, atau bahkan zero pada beberapa tahun lagi ke depannya," ujar Ipuk, dikutip dari keterangan persnya, Jumat (2/12/2022).
Dia mengatakan itu di sela-sela rangkaian program Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa) di Desa Wringin Putih, Rabu (30/11/2022).
Oleh karenanya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi menggenjot berbagai program penanganan stunting dan melibatkan berbagai pihak.
Baca juga: Respons Antusias Rembug Pemuda Banyuwangi, Bupati Ipuk: Kita Harus Berkolaborasi Bersama
Salah satunya, Ipuk terus meninjau penanganan stunting di desa-desa, terutama saat menjalankan program Bunga Desa.
Paling baru, dia meninjau perkembangan balita berusia 18 bulan di Dusun Kabat Mantren, Desa Wringinputih itu yang sebelumnya mengalami stunting.
Ipuk meminta kepada orangtua dan tenaga kesehatan yang bertugas untuk terus memantau tumbuh kembang balita tersebut.
"Selalu pantau perkembangannya. Beri makanan yang bernutrisi tinggi. Di Muncar banyak ikan, itu jadikan asupan putranya karena gizinya tinggi,” katanya kepada orangtua balita tersebut, dalam keterangan pers, Jumat (2/12/2022).
Ipuk juga meminta tenaga kesehatan untuk rutin mendatangi masyarakat atau jemput bola dalam memeriksa tumbuh kembang balita.
Baca juga: Wadahi Ketangkasan Digital Anak Muda, Pemkab Banyuwangi Kembali Gelar Hacking Day Competition
“Pemerintah tidak bisa sendiri dalam penanganan stunting ini. Diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk bergotong royong menekan stunting di Banyuwangi,” jelasnya.
Selain peninjauan rutin, Pemkab Banyuwangi juga meluncurkan program Banyuwangi Tanggap Stunting (BTS).
Program tersebut berhasil menekan tingkat balita kekurangan gizi di Banyuwangi. Pada 2021, terdapat 4.371 kasus stunting. Kini, tingkat stunting mampu ditekan hingga 2.704 kasus selama 2022.
Ipuk menjelaskan, salah satu aksi dalam program BTS adalah pemberian makanan tambahan (PMT) secara rutin kepada anak-anak penderita stunting maupun yang berpotensi mengalami stunting.
"Sebulan sekali, kami juga gerakkan ribuan aparatur sipil negara (ASN) untuk belanja makanan bergizi untuk lewat Hari Belanja UMKM. Hasilnya, kami donasikan untuk penanganan stunting,” ungkap Ipuk.
Baca juga: Kepala BKKBN: Stunting pada Anak Tidak Genetik, tapi karena Salah Urus
Pemkab Banyuwangi juga mengajak Dinas Pertanian dan Pangan (Distan) Banyuwangi untuk memberikan bantuan bibit sayuran kepada orangtua balita stunting.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi Amir Hidayat menambahkan, pemberian PMT merupakan hasil kolaborasi lintas organisasi perangkat daerah (OPD).
Amir menjelaskan, PMT diberikan sesuai kondisi anak dan faktor penyebab stunting. Contohnya, untuk penderita stunting yang usianya kurang dari dua tahun diberikan bahan pangan berprotein tinggi dengan harapan kondisinya segera membaik.
"Selain PMT, mereka juga diintervensi sesuai faktor penyebabnya. Misalnya, dibangunkan mandi cuci kakus (MCK) jika alasan stunting karena lingkungan," ujar Amir.
Selain program penanganan, Pemkab Banyuwangi juga melakukan sejumlah upaya preventif, mulai dari pendampingan kepada remaja putri, calon pengantin, hingga ibu hamil berisiko tinggi.
Baca juga: Pentingnya Memantau Berat Badan Anak untuk Deteksi Stunting