KOMPAS.com – Hubungan harmonis antara agama dan budaya di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mendapat apresiasi banyak kalangan.
Apresiasi tersebut di antaranya datang dari tokoh dan akademisi nasional dalam rangkaian kegiatan Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa) Edisi 100 di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Banyuwangi, Jumat, (22/9/2023).
Penasihat Ngariksa Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan kerap mengalami ketegangan berkepanjangan. Sementara, masyarakat Banyuwangi justru mampu mendialogkan kedua nilai tersebut.
“(Harmonisasi) itu merupakan contoh baik bagi (seluruh wilayah) di Indonesia,” ujar Lukman dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (23/9/2023).
Menteri Agama periode 2014-2019 itu juga mencontohkan pagelaran Gandrung Sewu yang dihelat setiap tahun di Banyuwangi.
Baca juga: Pemkab Banyuwangi Bakal Rekonstruksi 36 Jembatan pada 2023, Bupati Ipuk Minta Warga Dilibatkan
Menurut Lukman, moderasi beragama telah diejawantahkan dengan baik oleh masyarakat Banyuwangi. Hal ini terjadi berkat kesadaran kolektif masyarakat dan dukungan dari pemerintah daerah (pemda).
Hal senada juga disampaikan Oman Fathurrahman yang menginisiasi kegiatan Ngariksa. Dia menilai, harmoni keagamaan dan kebudayaan di Banyuwangi dapat ditemukan secara mendalam pada sejumlah manuskrip kuno, misalnya Lontar Yusup, Babad Tawangalun, dan teks-teks tasawuf lain.
“Dari manuskrip-manuskrip itu, kita bisa melihat pembentukan praktik moderasi beragama di Banyuwangi,” ucap Guru Besar Filologi Universitas Islam Negeri ( UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Ada pula naskah Bahrul Musyahadah, yakni naskah tasawuf beraliran Syattariyah yang memberikan legitimasi religius cara memandang liyan.
“Apa yang ada di dunia merupakan representasi dari kehendak Tuhan. Dari situ akhirnya muncul rasa saling menghargai. Jangan lantas saling menyalahkan dan menimbulkan permusuhan,” jelas Oman.
Baca juga: Targetkan Stunting di Bawah 14 Persen pada 2024, Bupati Ipuk Sambangi Pelosok-pelosok Desa
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menilai bahwa agama dan budaya merupakan modal besar bagi pembangunan Banyuwangi.
“Demi meningkatkan kesejahteraan serta pelayanan terhadap masyarakat, kami mengadaptasi teknologi dan digitalisasi. Di sisi lain, nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan tetap menjadi nilai dasar dalam pembangunan,” tuturnya.
Oleh karena itu, Ipuk mengapresiasi upaya dialogis dalam memperkuat praktik keagamaan dan kebudayaan. Menurutnya, dua entitas ini merupakan kesatuan yang harus berjalan selaras.
Sebagai informasi, gelaran Ngariksa juga dibarengi Sarasehan Agamawan dan Budayawan. Acara ini dihadiri oleh sejumlah pegiat budaya, tokoh agama, dan akademisi.
Beberapa di antaranya adalah Rektor UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember Babun Soeharto, Wakil Sekretaris Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ginanjar Syaban, dan Direktur Center of Reform on Economic Hendri Saparini.