BANYUWANGI, KOMPAS.com - Pemerintah Banyuwangi meminta ritual Seblang Olehsari dilestarikan masyarakat Banyuwangi. Saat ini, hanya tersisa segelintir ritual mistis di Kabupaten Banyuwangi.
“Ritual ini harus tetap lestari karena merupakan bagian dari budaya masyarakat Banyuwangi yang memiliki keunikannya sendiri. Selain itu, ritual ini merupakan destinasi wisata yang unik dan hanya dimiliki oleh Banyuwangi," kata Wakil Bupati Yusuf Widyatmoko, Kamis lalu (6/7/2017).
Ritual Seblang diakui sebagai salah satu ritual mistis di Banyuwangi yang melibatkan roh leluhur. Bagi masyarakat Desa Olehsari, ritual Seblang merupakan ritual sakral sebagai sarana untuk bersyukur kepada Tuhan, berkomunikasi kepada leluhur, dan menjaga kerukunan sesama warga desa.
Sementara, bagi warga dari luar Desa Olehsari, Ritual Seblang merupakan atraksi wisata tradisional yang unik. Pengunjung yang hadir tertarik menyaksikan penari Seblang yang menari dalam keadaan tidak sadar dan dimasuki oleh roh leluhur. Wisatawan tampak memenuhi lapangan Desa Olehsari tempat pelaksanaan ritual.
Pemerintah Banyuwangi menaruh perhatian khusus pada tradisi masyarakat desa Olehsari ini. Sehingga, ritual ini masuk dalam rangkaian Banyuwangi Festival 2017 sebagai acara unggulan wisata. Puncak acara pada Kamis petang (6/7/2017) mengakhiri rangkaian acara selama sepekan sejak 30 Mei lalu.
Akhir ritual ini ditandai dengan penari Seblang yang dibawa keliling desa. Remaja putri penari Seblang menari di setiap perbatasan desa serta perempatan jalan sebagai wujud pengusiran roh jahat.
Ketua adat Seblang Olehsari, Ansori mengatakan ritual digelar untuk menjaga keselamatan kampung. Selain itu, ritual tahunan ini merupakan ungkapan syukur pada sang pencipta.
"Ritual ini kami adakan dalam rangka selametan kampung, untuk bersih desa dari pengaruh buruk. Selain itu, ritual ini adalah ungkapan rasa syukur kami akan banyak hal seperti pertanian, keamanan, dan lain sebagainya. Setelah Desa Olehsari mengadakan ritual ini alhamdulillah tidak pernah terjadi sesuatu, aman-aman saja," ujar Ansori.
Seorang penari Seblang setelah mengalami kejiman (kerasukan roh leluhur) menari mengelilingi panggung. Penari itu selalu dikawal tiga orang pemaju. Penari akan berhenti menari setiap satu gending selesai dibawakan oleh para sinden dan pemusik. Ritual itu digelar mulai pukul 13.30 hingga 16.30.
Sebelum prosesi ritual tujuh hari, digelar doa selamatan lengkap dengan sesajen. Doa bersama itu dilakukan pada malam sebelum ritual diselenggarakan.
"Kami juga melakukan selametan lengkap dengan sesajen pada malam hari sebelum pentas esok harinya. Pada hari ketujuh ada idher bumi membawa Seblang keliling kampung, berhenti di setiap pajopat atau sudut-sudut kampung. Seblang menari di setiap perempatan jalan dan empat penjuru desa," kata Ansori.
Menurut dia, ritual Seblang sudah dilakukan sejak 1930 sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Sejak itu pula, ritual ini menjadi acara wajib yang digelar setiap tahun. Ritual Seblang Olehsari menyimpan nilai-nilai luhur yang terus dilestarikan warga Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi.
Roh leluhur memilih gadis penari
Penentuan hari pelaksanaan ritual tak dilakukan lewat musyawarah desa. Hari penyelenggaraan ditentukan melalui suatu proses kejiman (kerasukan roh leluhur) ke dalam diri seseorang. Orang yang biasanya mengalami kejiaman adalah Bu Atijah atau Bu Sumarmi. Mereka adalah orang yang tinggal di luar Desa Olehsari.
Proses kejiman tersebut dipercaya sebagai petunjuk dari leluhur atas pelaksanaan Seblang. Pemilihan penari pun dilakukan bersamaan dengan pemilihan hari. Seorang penari Seblang yang terpilih biasanya merupakan anak perempuan usia Sekolah Dasar.
Syarat utama penari Seblang adalah berusia belia dan biasanya yang ditunjuk adalah keturunan dari penari Seblang pertama. “Setelah mendapat petunjuk, Saya bersama kepala desa dan panitia secara langsung meminta anak yang dipilih oleh leluhur untuk menjadi penari Seblang," tutur Ansori.
Sejak 1930, sudah ada 28 penari Seblang yang berganti setiap tiga tahun sekali.Penari Seblang pertama yang tercatat adalah Mbah Mila. Saat ini, penari Seblang yang dipilih leluhur adalah Fadiah Yulianti (12). Selama tiga tahun berturut-turut, ia terpilih sebagai penari Seblang.
Panggung tari Seblang berbentuk lingkaran berdiameter empat meter beralas tanah. Di tengah panggung terdapat pemusik pengiring gending yang dinaungi payung agung berwarna putih. Gagang payungnya dihiasi buah-buahan seperti pisang. Beragam hasil bumi ini menyimbolkan ungkapan syukur pada Dewi Sri, dewi kesuburan.
Sang penari yang kerasukan menari berputar mengelilingi panggung, berlawanan dengan arah jarum jam. Penari selalu mengarahkan tangan ke arah luar sebagai simbol mengusir pengaruh jahat.
Para sinden dan dewan adat duduk di tepi panggung. Gending “Padha Nonton” yang tercipta pada masa kerja paksa zaman kolonial selalu dinyanyikan.
Ritus sakral sebagai daya tarik wisata
Para pengunjung menantikan saat panitia adat dan sang penari membagikan kembang dherma, rangkaian bunga dalam tangkai bambu yang dipercaya sebagai pelancar jodoh.
Bunga dherma, Ansori menjelaskan, merupakan simbol harapan masyarakat Olehsari agar harum bagaikan bunga. Namun, ada pula orang yang memaknai sebagai pelancar jodoh.
Penonton juga menantikan saat penari melempar sampur (selendang). Orang yang mendapat selendang harus naik ke atas panggung dan menari bersama Seblang.
"Lempar sampur oleh penari berarti pengakuan sebagai saudara kepada setiap pengunjung. Oleh karena itu, orang yang menerima harus ikut menari," ujarnya. (KONTRIBUTOR BANYUWANGI/ FIRMAN ARIF)