Pakar ITB: Contoh Purwakarta, Jangan Lupa Akar Budaya!

Kompas.com - 16/03/2017, 09:02 WIB
RENI SUSANTI/KOMPAS.com Warung Katresna menggunakan awi hideung atau bambu hitam berkualitas bagus. Di bagian atap menggunakan ijuk dengan desain julang ngapak.

PURWAKARTA, KOMPAS.com – Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) Budi Sulistijo duduk di salah satu bangku Warung Katresna Purwakarta, Jawa Barat. Sejumlah mahasiswa mengelilinginya, bersenda gurau, sambil mendengarkan musik dari telepon pintarnya.

Semakin lama obrolan mereka semakin menarik, terutama setelah Budi membagikan sejumlah kisah dan pengalaman kepada mahasiswanya. Tak terasa sudah empat jam dia duduk di bangku itu.

"Kalau mau membangun jangan lupa akar budaya, dan Purwakarta melakukan itu," ujar Budi di hadapan mahasiswanya, belum lama ini.

Budi mencontohkan konsep bangunan Warung Katresna. Warung tersebut dibangun dengan konsep terbuka menggunakan desain khas Sunda. Tiang penyangganya dibuat dari bambu yang diikat menggunakan ijuk. Atapnya juga demikian, sementara dindingnya dibiarkan terbuka.

Konsep itu membuat angin hilir mudik leluasa. Sangat cocok untuk cuaca Purwakarta yang panas.

"Tidak ada AC. Tapi, empat jam saya duduk di sini dan tidak merasa panas. Walaupun Purwakarta panasnya seperti apa," tutur Budi kepada Kompas.com.

Hal berbeda akan terjadi jika bangunan tersebut dibuat dari beton. Rasa panas akan sangat menyergap di warung itu.

"Artinya kearifan lokal dan lingkungan harus diperhatikan dalam pembangunan," ucapnya.

RENI SUSANTI/KOMPAS.com Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menuturkan bahwa katresna berasal dari bahasa Sunda yang berarti kecintaan. Kata itu digunakan untuk nama warung dan taman di sekitar Pendopo Purwakarta.
Selain nyaman, konsep ini terbilang cantik. Itu bisa dilihat pada atap yang digunakan di hampir seluruh konsep bangunan Pemda Purwakarta. Semuanya menggunakan julang ngapak, yaitu atap khas Sunda.

"Kalau kita jalan-jalan ke sebelah sana yang banyak lampionnya (Jalan Soedirman), itu mirip dengan Shinjuku di Jepang," katanya.

Bahkan, konsep lorong terbuka di Pendopo Purwakarta menggunakan caping sebagai pelindung lampu dan itu menjadi keindahan tersendiri. Selain cantik, kearifan budaya lokalnya kuat.

"Konsep ini pun meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bandingkan kalau ini (caping) diganti dengan plastik, nilainya akan berkurang," terangnya.

Budi mengatakan, konsep semacam itu sangat cocok dengan rencana pengembangan desa wisata di Purwakarta. Karena desa wisata memeratakan pembangunan dengan meningkatkan energi pedesaan.

Apalagi, beberapa kebijakan yang dikeluarkan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi secara tidak langsung bisa dijadikan pondasi rencana desa wisata tersebut. Seperti, kebijakan larangan anak sekolah membawa kendaraan hingga pendidikan vokasional yang mewajibkan anak membantu pekerjaan orang tuanya.

"Salah satu yang menarik itu adalah membantu orang tua. Itu aplikatif. Anak bisa memerah susu sapi, memberi makan ayam, itu yang saat ini hilang. Dan itu modal untuk membangun desa wisata," ujarnya.

Budi menambahkan, salah satu yang terpenting dari desa wisata adalah masyarakatnya. Seperti desa-desa di Bali, lanjut dia, memiliki magnet tersendiri untuk membangun wisatanya. Anak-anak sejak kecil terdidik dengan sendirinya melalui desa wisata.

"Kalau di sini harus dididik, dan Purwakarta sudah memulainya," katanya.

Untuk mempelajari konsep yang digunakan Purwakarta ini, ia membawa 30 mahasiswa untuk menganalisisnya. Puluhan mahasiswa ini akan dibagi ke dalam tiga kelompok yang dibagi ke tiga kawasan yakni Jatiluhur, Purwakarta, dan Wanayasa.

RENI SUSANTI/KOMPAS.com Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menuturkan bahwa katresna berasal dari bahasa Sunda yang berarti kecintaan. Kata itu digunakan untuk nama warung dan taman di sekitar Pendopo Purwakarta.
Kecintaan Purwakarta

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menuturkan bahwa katresna berasal dari bahasa Sunda yang berarti 'kecintaan'. Kata itu digunakan untuk nama warung dan taman di sekitar Pendopo Purwakarta.

Warung Katresna sendiri dibangun tahun lalu di lahan bekas parkir. Luasnya sekitar 1.000 meter dengan dana pembangunan Rp50 juta.

"Ini sumbangan. Kalau bangun sendiri, saya perkirakan Rp 50 juta," tuturnya.

Bangunan itu menggunakan awi hideung atau bambu hitam berkualitas bagus. Di bagian atap menggunakan ijuk dengan desain julang ngapak. Agar selaras, meja dan bangku di dalamnya menggunakan anyaman bambu.

"Bangunan berjenis ini ketahanannya lima tahun. Secara keuangan itu menguntungkan karena biaya pembangunan murah, hemat energi, dan cantik," katanya.

Selain arsitektur, cara memasak di Warung Katresna pun wajib menggambarkan kesundaan. Misalnya, saat membakar sate maranggi, harus menggunakan hihid (kipas dari bambu) dan arang.

Warung ini, sambung Dedi, sengaja dibangun untuk menyuguhi tamu. Jadi, tamu yang akan menemuinya akan dipersilahkan untuk makan terlebih dahulu.

"Di Sunda ada kewajiban nyuguhan ka semah atau menghidangkan makanan. Tapi, pada intinya, saya akan merasa tenang ketika tamu sudah makan. Jadi, kalaupun harus menunggu, saya tidak akan was-was," tutupnya.

Baca: Membangun Purwakarta Lewat Desa Wisata

Terkini Lainnya
Pelajar Purwakarta Bagikan Beras pada Warga Miskin
Pelajar Purwakarta Bagikan Beras pada Warga Miskin
purwakarta
Purwakarta Menetapkan Setiap Kamis adalah Hari Kasih Sayang
Purwakarta Menetapkan Setiap Kamis adalah Hari Kasih Sayang
purwakarta
Saat Mereka
Saat Mereka "Patungan" Bantu Korban Rohingya...
purwakarta
"Lebih Baik Kami ke Purwakarta Daripada Harus ke Cianjur..."
purwakarta
Dedi Mulyadi Berpamitan pada Warga Purwakarta
Dedi Mulyadi Berpamitan pada Warga Purwakarta
purwakarta
Purwakarta Gandeng Kejaksaan Awasi Dana Desa
Purwakarta Gandeng Kejaksaan Awasi Dana Desa
purwakarta
Purwakarta Lestarikan Permainan Tradisional Egrang
Purwakarta Lestarikan Permainan Tradisional Egrang
purwakarta
Bak Artis Sinetron, Dedi Mulyadi
Bak Artis Sinetron, Dedi Mulyadi "Diserbu" TKI di Hongkong
purwakarta
Masyarakat Purwakarta Gelar Kirab Bendera Merah Putih
Masyarakat Purwakarta Gelar Kirab Bendera Merah Putih
purwakarta
Kebiasaan Unik Dedi Mulyadi dalam Menyambut Hari Kemerdekaan RI
Kebiasaan Unik Dedi Mulyadi dalam Menyambut Hari Kemerdekaan RI
purwakarta
Pendidikan Berbasis Madrasah di Purwakarta Layak Ditiru
Pendidikan Berbasis Madrasah di Purwakarta Layak Ditiru
purwakarta
Ritual Tradisional untuk Menyambut Upacara Kemerdekaan di Purwakarta
Ritual Tradisional untuk Menyambut Upacara Kemerdekaan di Purwakarta
purwakarta
Purwakarta Terapkan Full Day School Berbasis Madrasah dan Pesantren
Purwakarta Terapkan Full Day School Berbasis Madrasah dan Pesantren
purwakarta
Warga Purwakarta Mampu Terapkan Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan
Warga Purwakarta Mampu Terapkan Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan
purwakarta
Sedekah Lewat Kebijakan, Dedi Mulyadi Diapresiasi Kiai Cipasung
Sedekah Lewat Kebijakan, Dedi Mulyadi Diapresiasi Kiai Cipasung
purwakarta
Bagikan artikel ini melalui
Oke